Pinang adalah sebangsa palma, batang pinang bentuknya lurus dan tidak bercabang, buahnya dipakai sebagai obat-obatan dan juga merupakan bahagian dari pakinang atau sirih pinang. Dalam upacara-adat, sirih pinang merupakan sesuatu yang mesti ada. Dalam pepatah dikatakan:
sakarek di tampuaknyo. Dibalah anak rando gadih, tumbuah di padang kadataran, tumbuah di pantai kalerengan, kolak kolai putaran angin, pucuak manyapu langik biru, urek nan sampai ke lautan, tingginyo panjek mamanjek, randahnyo jangkau-jangkauan, dipanjek anak garagasi, taluncua sampai ka ureknyo, lah tuo tupai dek mamanjek, Pinang haram basuo jo buahnyo. sirah hironyo manih, buleknyo talua buruang, putiah (Pinang merah hiranya manis, bulatnya telur burung, putih sekerat ditampuknya. dibelah anak randa gadis, tumbuh di padang kedataran, tumbuh di pantai kelerengan, kolak kolai putaran angin, pucuk menyapu langit biru, urat yang sampai ke lautan, tingginya panjat memanjat, rendahnya jangkau-jangkauan, dipanjat anak geragasi, terluncur sampai ke akarnya, telah tua tupai memanjat, haram bertemu dengan buahnya). Batang pinang yang lurus melambangkan kejujuran dan kebenaran yang harus dimiliki oleh setiap orang, kejujuran pada diri sendiri dan pada masyrakat lingkungannya. Pinang juga lambang menuntut ilmu pengetahauan .
Di dalam upacara adat pinang adalah benda yang tidak dapat dipisahkan dari pada sirih, setiap pemakaian sirih selalu diserta dengan pinang, sehinga namanya pun selalu disejajarkan, iaitu sirih pinang. Di dalam pepatah dikatakan; Lorong kapado pinangnyo, pinang batuntak nan batuntun, bak dasun dibalah duo, bak bawang dibalah ampek, batangnyo nan lingguyaran, satahun tupai mamanjek, balun sampai kapuncaknyo, tingginyo jambau-jambauan, buahnyo jangkau jangkauan, jatuah ka bawah jadi ambun, banamo ambun suri (Lorong kepada pinangnya, pinang bertuntak yang bertuntun, seperti bawang putih di belah dua, seperti bawang dibelah empat, batangnya lingguyaran, satahun tupai memanjek, belum sampai ke puncaknya, tingginya jambau-jambauan, buahnya jangkau-jangkauan, jatuh ke bawah jadi embun, bernama embun suri).
Dalam kehidupan bermasyarakat, sifat yang jujur sangat diharapkan dan sifat jujur juga merupakan salah satu syarat untuk seseorang menjadi penghulu atau pimpinan untuk dapat dipercaya lahir dan batin. Orang yang jujur akan menjadi tauladan di dalam masyarakat (jatuah kabawah manjadi jadi ambun, nan banamo ambun suri). Embun hanya ada biasa pada pagi hari sebelum matahari terbit, embun bukan separti air hujan lebat yang jatuh ke bumi, dia tidak begitu terlihat tapi dapat dirasakan dan embun dapat mendatangkan kesejukan kepada persekitarannya. Demikian juga dengan sifat orang yang jujur, akan membawa kesejukan pada lingkungan dan menjadi suri tauladan pada masyarakatnya.
Pinang juga sebagai lambang ilmu pengetahuan, lambang menuntut ilmu dalam mencari kebenaran separti kata pepatah; Lorong kapado pinangnyo, pinang batatak jo batantun, pinang lunak linguyaran, tatkalo maso dahulu, tinggi nan bukan alang kepalang, satahun tupai mamanjek,saludang hanyo nan jatuah, tumbuah di lereng pangasiangan, urek nan lalu kasarugo, pucuak manjulang langik tinggi (Lorong kapada pinangnya, pinang bertatak dengan bertantun, pinang lunak linguyaran, tatkala masa dahulu, tinggi yang bukan alang kepalang, telah lama tupai memanjak, saludang hanya yang jatuh, tumbuh di lereng pangasingan, urat yang lalu ke sorga, pucuk manjulang langit tinggi).
Untuk menuntut ilmu bukanlah suatu hal yang mudah. Pada masa dahulu orang akan belajar ke tempat yang jauh dan terpencil karena sulit untuk mencari seorang guru, kadangkala memakan waktu yang sangat lama, bahkan karena lamanya menuntut ilmu mereka sudah tua baru pulang ke kampung halamannya (lah lamo tupai mamanjek, lah tuo mangko ka bawah), hal ini separti yang dilakukan oleh datuk perpatih yang berlayar sampat ke negeri China (tambo), demikian juga dengan datuk Ketumanggungan. Menuntut ilmu bagi masyarakat Minangkabau, mendewasakan diri sambil mencari kehidupan sudah lama lakukan separti yang mereka tauladani moyang mereka datuk Perpatih dan datuk Ketumanggugan. Tradisi itu berlanjut secara turun temurun sampai sekarang, (keratau madang di hulu, di rumah berbungo balun. Merantau bujang dahulu dirumah berguna belum). Mereka merantau mencari ilmu pengetahuan yang dalam berbagai bidang (menjulang langit tinggi), ilmu pengetahuan ini juga termasuk ilmu keagamaan sebagai dasar kehidupan adat bersendi syarak (urek manjala ka sarugo). Dengan demikian pinang sebagai tanaman obat merupakan salah satu bahan pakinang dan bahagian dari benda upacara yang mengandung lambang dan makna falsafah adat Minangkabau.
Songket Minangkabau, Teknik dan Filosofi (Oleh: Agusti Efi Marthala)
sakarek di tampuaknyo. Dibalah anak rando gadih, tumbuah di padang kadataran, tumbuah di pantai kalerengan, kolak kolai putaran angin, pucuak manyapu langik biru, urek nan sampai ke lautan, tingginyo panjek mamanjek, randahnyo jangkau-jangkauan, dipanjek anak garagasi, taluncua sampai ka ureknyo, lah tuo tupai dek mamanjek, Pinang haram basuo jo buahnyo. sirah hironyo manih, buleknyo talua buruang, putiah (Pinang merah hiranya manis, bulatnya telur burung, putih sekerat ditampuknya. dibelah anak randa gadis, tumbuh di padang kedataran, tumbuh di pantai kelerengan, kolak kolai putaran angin, pucuk menyapu langit biru, urat yang sampai ke lautan, tingginya panjat memanjat, rendahnya jangkau-jangkauan, dipanjat anak geragasi, terluncur sampai ke akarnya, telah tua tupai memanjat, haram bertemu dengan buahnya). Batang pinang yang lurus melambangkan kejujuran dan kebenaran yang harus dimiliki oleh setiap orang, kejujuran pada diri sendiri dan pada masyrakat lingkungannya. Pinang juga lambang menuntut ilmu pengetahauan .
Di dalam upacara adat pinang adalah benda yang tidak dapat dipisahkan dari pada sirih, setiap pemakaian sirih selalu diserta dengan pinang, sehinga namanya pun selalu disejajarkan, iaitu sirih pinang. Di dalam pepatah dikatakan; Lorong kapado pinangnyo, pinang batuntak nan batuntun, bak dasun dibalah duo, bak bawang dibalah ampek, batangnyo nan lingguyaran, satahun tupai mamanjek, balun sampai kapuncaknyo, tingginyo jambau-jambauan, buahnyo jangkau jangkauan, jatuah ka bawah jadi ambun, banamo ambun suri (Lorong kepada pinangnya, pinang bertuntak yang bertuntun, seperti bawang putih di belah dua, seperti bawang dibelah empat, batangnya lingguyaran, satahun tupai memanjek, belum sampai ke puncaknya, tingginya jambau-jambauan, buahnya jangkau-jangkauan, jatuh ke bawah jadi embun, bernama embun suri).
Dalam kehidupan bermasyarakat, sifat yang jujur sangat diharapkan dan sifat jujur juga merupakan salah satu syarat untuk seseorang menjadi penghulu atau pimpinan untuk dapat dipercaya lahir dan batin. Orang yang jujur akan menjadi tauladan di dalam masyarakat (jatuah kabawah manjadi jadi ambun, nan banamo ambun suri). Embun hanya ada biasa pada pagi hari sebelum matahari terbit, embun bukan separti air hujan lebat yang jatuh ke bumi, dia tidak begitu terlihat tapi dapat dirasakan dan embun dapat mendatangkan kesejukan kepada persekitarannya. Demikian juga dengan sifat orang yang jujur, akan membawa kesejukan pada lingkungan dan menjadi suri tauladan pada masyarakatnya.
Pinang juga sebagai lambang ilmu pengetahuan, lambang menuntut ilmu dalam mencari kebenaran separti kata pepatah; Lorong kapado pinangnyo, pinang batatak jo batantun, pinang lunak linguyaran, tatkalo maso dahulu, tinggi nan bukan alang kepalang, satahun tupai mamanjek,saludang hanyo nan jatuah, tumbuah di lereng pangasiangan, urek nan lalu kasarugo, pucuak manjulang langik tinggi (Lorong kapada pinangnya, pinang bertatak dengan bertantun, pinang lunak linguyaran, tatkala masa dahulu, tinggi yang bukan alang kepalang, telah lama tupai memanjak, saludang hanya yang jatuh, tumbuh di lereng pangasingan, urat yang lalu ke sorga, pucuk manjulang langit tinggi).
Untuk menuntut ilmu bukanlah suatu hal yang mudah. Pada masa dahulu orang akan belajar ke tempat yang jauh dan terpencil karena sulit untuk mencari seorang guru, kadangkala memakan waktu yang sangat lama, bahkan karena lamanya menuntut ilmu mereka sudah tua baru pulang ke kampung halamannya (lah lamo tupai mamanjek, lah tuo mangko ka bawah), hal ini separti yang dilakukan oleh datuk perpatih yang berlayar sampat ke negeri China (tambo), demikian juga dengan datuk Ketumanggungan. Menuntut ilmu bagi masyarakat Minangkabau, mendewasakan diri sambil mencari kehidupan sudah lama lakukan separti yang mereka tauladani moyang mereka datuk Perpatih dan datuk Ketumanggugan. Tradisi itu berlanjut secara turun temurun sampai sekarang, (keratau madang di hulu, di rumah berbungo balun. Merantau bujang dahulu dirumah berguna belum). Mereka merantau mencari ilmu pengetahuan yang dalam berbagai bidang (menjulang langit tinggi), ilmu pengetahuan ini juga termasuk ilmu keagamaan sebagai dasar kehidupan adat bersendi syarak (urek manjala ka sarugo). Dengan demikian pinang sebagai tanaman obat merupakan salah satu bahan pakinang dan bahagian dari benda upacara yang mengandung lambang dan makna falsafah adat Minangkabau.
Songket Minangkabau, Teknik dan Filosofi (Oleh: Agusti Efi Marthala)
No comments:
Post a Comment