Paten Songket -- Pelestarian Kekayaan Intelektual Daerah

Gempuran produk "fashion" bermerek global yang menguasai pasaran Indonesia, dikhawatirkan dapat menggerus produk kerajinan asli dalam negeri seperti batik, songket dan tenun lainnya yang ada di seluruh nusantara. Beberapa daerah sudah mulai tersadar akan kekayaan intelektual dalam negeri tersebut, dan
berusaha tetap mepertahankannya dengan mendaftarkan hak paten dari produk tersebut ke Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia. Salah satu daerah yang telah memulai upaya pelestarian ini ada Kota Palembangan dengan songket palembangnya.
Upaya pelestarian dan perlindungan hukum terhadap hasil kerajinan songket palembang telah dimulai pada tahun 2004 dengan mendaftarkan hak paten atas usulan 71 motif songket ke Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia.
Tujuan dari pendaftaran ini adalah untuk melindungi kekayaan intelektual  pengrajin songket Palembang tersebut merupakan salah satu upaya melestarikan dan memberikan perlindungan hukum serta penghargaan atas kreativitas pengrajin yang telah bertahan turun temurun.
dari 71 usulan hak paten yang diusulkan tersebut,  baru 22 motif songket yang diterbitkan hak patennya diantaranya lepus pulir tigo negeri, limar berantai, limar mawar jepang berantai, bungo intan dan limar kandang (jando beraes) sedangkan 41 motif lainnya masih menunggu keluarnya keputusan Menteri Hukum dan HAM, diantaranya  bungo pacik, dua warna bunga kayu apui, lepus bintang berakam, tabur limar bintang gajah mada, jupri dan bungo bakung.
Upaya yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Palembang ini patut dicontoh dan diikuti oleh daerah lainnya yang mempunyai kekayaan intelektual turun temurun ini, seperti Songket Silungkang, Kota Sawahlunto. Motif songket yang telah dikreasikan pengrajin tersebut merupakan aset atau kekayaan daerah sehingga wajib diberi perlindungan baik dari segi hukum maupun dari sisi kebudayaan lokal.

No comments:

Post a Comment